SEBAGAI salah satu tempat untuk membentuk karakter dan melahirkan pemimpin bangsa di masa depan, sekolah adalah wahana yang penting dimana para calon pemimpin masa depan Indonesia diharapkan dapat belajar, berkolaborasi, bereksperimen, dan berjuang membawa negara bersaing di tingkat internasional.
Dengan meningkatnya tantangan global saat ini, juga mempengaruhi dunia pendidikan di Tanah Air. Idealnya, hal ini yang menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat. Bekerja bersama-sama untuk memberikan fasiltas terbaik yang merata, mendukung setiap keahlian yang dimiliki siswa, dan mendorong para penerus bangsa mendapatkan prestasi terbaik.
Akan tetapi, hal ini masih jauh dari apa yang diharapkan oleh bangsa Indonesia. Dunia pendidikan di Indonesia masih memiliki beberapa kendala yang berkaitan dengan mutu pendidikan di antaranya adalah keterbatasan akses pendidikan, jumlah guru yang kurang merata, kualitas guru yang masih kurang, dan fasilitas sekolah yang kurang mendukung. Terbatasnya akses pendidikan di Indonesia, terlebih lagi di daerah terpencil berujung pada ketertinggalan para siswa di daerah-daerah terpencil tersebut.
Salah satu tempat yang saya angkat sebagai contoh untuk ketertinggalan ini adalah di Dusun Wolobetho, Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT). Pada Desember 2015 lalu saya memiliki kesempatan yang untuk berkunjung, berinteraksi dan menginspirasi masyarakat khususnya para siswa di daerah ini. Ketika itu saya terpilih menjadi salah satu peserta program Menyapa Negeriku dari Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) yang merupakan salah satu aksi nyata pemerintah Indonesia untuk pemerataan pendidikan di daerah terpencil.
Adapun tujuan utama dari program ini adalah membantu daerah 3T (Terdepan, Terluar, dan Tertinggal) dalam mengatasi permasalahan pendidikan terutama kekurangan tenaga pendidik sehingga tidak ada lagi daerah yang hidup dalam kebodohan. Melalui program ini juga, pemerintah berusaha menjaring pada pemuda/i terbaik bangsa untuk lebih cinta Tanah Air, bela negara, peduli, empati, terampil memecahkan masalah kependidikan, dan bertanggungjawab terhadap kemajuan bangsa, serta memiliki jiwa ketahanan dalam mengembangkan pendidikan pada daerah-daerah tergolong 3T sehingga mengasilkan tenaga pendidik yang terpanggil untuk mengabdi di daerah 3T.
Di Dusun Wolobetho, Ende, NTT ini ada tiga sekolah, yaitu Sekolah Dasar (SD) Feoria (29 siswa), SD Fungapanda (79 siswa) dan SMK Negeri 6 Wolobetho (39 siswa). Jadi total siswa di dusun ini adalah 137 siswa. Namun, seluruh siswa-siswi di dusun ini tidak memiliki fasilitas seperti siswa-siswi yang berada di kota.
Ketiga sekolah ini tidak memiliki jumlah guru yang memadai. Sehingga untuk mata pelajaran tertentu diajarkan oleh guru yang sama walaupun guru tersebut tidak benar-benar memiliki kemampuan di bidang tersebut. Contohnya, seorang guru yang mengajar Bahasa Indonesia juga mengajarmata pelajaran Fisika. Padahal guru tersebut bukanlah lulusan sarjana Fisika.
Hal lain yang miris juga adalah mereka tidak memiliki perpustakaan. Jangankan perpustakaan, untuk memiliki buku saja agak sulit. Di sisi lain, untuk mendapatkan jaringan komunikasi dan internet juga sulit. Tempat ini benar-benar butuh perhatian dan bantuan. Oleh karena keadaan dan situasi tersebut, sebagai seorang pemuda Indonesia yang ingin memajukan pendidikan di Tanah Air tercinta, saya menginisiasi sebuah aksi yaitu membuat sebuah perpustakaan desa di Dusun Wolobetho.
Saya mulai membuat kampanye pengumpulan buku dari para donatur. Kurang dari sebulan, jumlah buku yang terkumpul dari berbagai kota di Indonesia telah terkumpul lebih dari seribu buah. Baik itu buku pelajaran, buku cerita, buku motivasi, komik, dan lainnya. Kemudian, saya menggalang dana untuk pengiriman buku dan pembelian perlengkapan perpustakaan. Akhirnya awal Juni 2016 lalu, terbentuklah perpustakaan pertama di Dusun Wolobetho. Seluruh masyarakat di sana terutama siswa siswi sangat bahagia dengan adanya perpustakaan tersebut. Hasil komunikasi dengan guru yang menjadi kordinator di sana bahwa perpustakaan tersebut sangat bermanfaat dan menambah keinginan belajar para siswa.
Setidaknya aksi kecil ini bisa membantu para siswa untuk lebih menambah wawasan dengan koleksi buku yang ada. Karena ketika berkunjung kesana, beberapa siswa bercerita kepada saya bahwa mereka tidak mengetahui negara-negara lain bahkan kota-kota lain di Indonesia. Dengan adanya perpusakaan ini juga bisa membantu mereka untuk lebih dekat satu dengan lainnya ketika berdiskusi dan belajar bersama di perpustakaan.
Menurut pengamatan saya bahwa masih banyak daerah di Indonesia yang membutuhkan perhatian untuk pemerataan pendidikan, khusunya di bagian Timur. Salah satu cara untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan melakukan kerjasama antar pemerintah pusat dan pemerintah daerah, baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, dalam hal distribusi guru dan perlengkapan ataupun fasilitas yang dibutuhkan oleh siswa ke daerah-daerah. Tentunya didukung oleh warga setempat terutama para pemuda-pemudinya. Jika manajemen guru dan fasilitas ini terpenuhi lebih optimal, tidak parsial, maka tantangan ini akan lebih mudah untuk ditangani. Selain itu, inisiatif dan aksi nyata dari para pemuda Indonesia sangat berperan penting dalam hal ini. Salah satu contoh aksi nyata seperti yang telah saya lakukan di Dusun Wolobetho.
Saya percaya bahwa pemuda Indonesia memiliki peranan yang sangat penting dalam membantu pemerintah untuk mewujudkan pendidikan yang meluas, merata, dan berkeadilan. Sehingga dengan terwujudnya pemerataan pendidikan akan menjadikan bangsa kita lebih mandiri dan bisa bersaing secara global. Bukan hanya kaya akan sumber daya alam dan kecerdasan tetapi juga memperbaiki akhlak seperti kutipan dari Tan Malaka mengenai pendidikan
“Tujuan pendidikan itu untuk mempertajam kecerdasan, memperkukuh kemauan serta memperhalus perasaan,” Jika hal ini terwujud maka Indonesia akan menjadi bangsa yang disegani oleh negara lain karena ilmu dan akhlaknya.
Sumber : Okezone