Menristekdikti mendorong perguruan tinggi di Indonesia untuk terus berinovasi dan berkreasi, terutama pengembangan sistem kuliah online.
Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) berencana mendirikan cyber university atau universitas siber untuk mengawasi sistem perkuliahan online yang dilakukan perguruan tinggi.
Dengan metode perkuliahan online (daring), kata dia, mahasiswa di perguruan-perguruan tinggi tersebut dapat tersebar sampai ke luar negeri, seperti Uni Emirat Arab. Metode ini juga tentunya dapat digunakan mahasiswa dari seluruh daerah di Indonesia.
“Makanya, kementerian akan membuat yang namanya cyber university, universitas siber. Tujuannya apa? Untuk mengawasi modul-modul perkulihan yang di-online-kan seperti apa? Memenuhi standar tidak?” kata Menristekdikti M Nasir di Semarang, Rabu (28/3/2018).
Ia menuturkan, beberapa kampus telah menerapkan mata kuliah dengan menggunakan sistem online, salah satunya Politeknik Elektronika Negeri Surabaya. Ada pula perguruan tinggi swasta, seperti Universitas Bina Nusantara.
“Beberapa kan sudah ada dan berjalan, seperti Universitas Terbuka (UT) sudah kuliah daring,” jelasnya saat menyampaikan paparan kesiapan perguruan tinggi menghadapi revolusi industri 4.0 di Universitas Diponegoro.
Mantan Rektor terpilih Universitas Diponegoro (Undip) itu mengatakan, perguruan tinggi sekarang ini harus menyiapkan diri menghadapi revolusi industri 4.0. Ini diperlukan seiring dengan perkembangan teknologi informasi yang kian pesat.
“Dalam revolusi industri sekarang, kalau yang dulu barang fisiknya ada, sebelumnya juga sudah otomasi sistem yang dikembangkan komputer. Ternyata, tidak cukup di situ. Barang mengarah pada otomasi,” paparnya.
Artinya, kata dia, dalam industri terjadi perkembangan yang pesat dengan Cyber Physical System (CPS) yang nantinya tidak ada lagi penggudangan dalam toko, “display” barang di toko maupun mal.
Menurut Guru Besar Fakultas Ekonomika dan Bisnis Undip itu, revolusi industri yang berdampak terhadap dunia industri itu ternyata berdampak juga terhadap dunia pendidikan, khususnya pendidikan tinggi.
“Kalau kuliah sekarang ini modelnya by physic, face to face, ke depan akan berpengaruh juga. Tidak perlu lagi kuliah harus datang ke kampus ke depannya, cukup di rumah, di mana saja untuk berkuliah,” katanya menjelaskan.
Apabila dampak dari revolusi industri tersebut sudah terjadi dan tidak diantisipasi oleh perguruan tinggi, lanjut dia, bisa jadi tiba-tiba nanti perguruan tinggi tidak lagi ada mahasiswanya.
Oleh karena itu, Nasir mendorong perguruan tinggi di Indonesia untuk terus berinovasi dan berkreasi, terutama pengembangan sistem kuliah online, sementara pemerintah pasti akan memfasilitasi.
“Pemerintah akan memfasilitasi, kembangkan saja. Kami sudah buat jaringan, daring, network dari Aceh sampai Papua yang namanya Indonesia Research and Education Network (IDREN),” katanya.
Untuk infrastruktur, kata dia, pemerintah melalui kementerian yang akan mengembangkan, termasuk regulasi yang harus disiapkan, dan perguruan tinggi juga harus menyiapkan untuk pengembangan perkuliahan.
“Bagaimana sistem kuliah daring atau modul daring harus disiapkan, kemudian ada sistem dan pelatihan. Kalau ini dilakukan, nanti ada sekitar 400 perguruan tinggi yang akan kami lakukan pendampingan,” tuturnya.
Sumber: Tirto