Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta perbankan nasional mencontoh Amerika Serikat (AS) saat memberikan fasilitas kredit ke sektor pendidikan. Hal tersebut demi membuat pemerataan akses pendidikan di seluruh wilayah Indonesia.
Jokowi mengatakan AS telah memiliki produk kredit pendidikan yang biasa disebut dengan student loan. Bahkan jumlah kredit pendidikan yang sudah tersalurkan jauh lebih besar dibandingkan kredit untuk kebutuhan konsumsi.
“Kalau yang di Amerika biasanya mereka namakan student loan. Dan saya mendapatkan laporan bahwa di AS nilai nominal outstanding seluruh kredit pendidikan itu telah melampaui dari total outstanding dari pinjaman kartu kredit,” ujar dia di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (15/3/2018).
Dia menyebutkan, jumlah penyaluran pinjaman kartu kredit mencapai USD 800 miliar di AS. Namun penyaluran kredit untuk pendidikan lebih besar lagi hingga USD 1,3 triliun.
“Ini saya kira sebuah contoh yang mungkin harus kita dorong agar yang namanya kredit pendidikan atau student loan betul-betul bisa kita kerjakan di sini. Ini jika salah satu dalam rangka kita investasi di bidang SDM Indonesia,” kata dia.
Sebab itu, Jokowi menantang perbankan nasional untuk berani lebih banyak kredit untuk dunia pendidikan. Dengan demikian diharapkan dapat mendorong pemerataan akses pendidikan bagi seluruh masyarakat.
“Dalam pertemuan dengan perbankan nasional, saya juga sudah menantang perbankan kita untuk mengeluarkan produk kredit pendidikan. Supaya masyarakat bisa semuanya bisa mengakses pada pendidikan kita lewat tadi kredit pendidikan,” tandas dia.
Jokowi Ingatkan Bos Bank Tak Main Aman dan Berani Ambil Risiko
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengingatkan para pimpinan industri perbankan nasional untuk berani mengambil risiko. Sebab menurut dia, risiko yang paling besar atau paling gawat adalah justru saat tidak berani mengambil risiko.
Ini dikatakan Jokowi, menyinggung laporan Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso yang menyebut jika pertumbuhan kredit perbankan saat ini mencapai 8,24 persen. Sementara, sebelumnya para pimpinan industri jasa keuangan menargetkan pertumbuhan 9-12 persen.
“Kalau saya diberi angka 9-12 persen, yang saya ambil pasti 12 persennya. Kembali lagi, risiko yang paling besar adalah apabila kita tidak berani mengambil risiko,” kata Presiden Jokowi saat bertemu dengan Para Pimpinan Bank Umum di Indonesia, di Istana Negara, Jakarta seperti mengutip laman Sekretariat Kabinet, Kamis (15/3/2018).
Diakui Jokowi, perbankan harus prudent atau hati-hati. Namun sebaliknya jika tidak berani mengambil risiko justru bisnis akan berakhir, atau mati secara perlahan. “Itu di bisnis. Perbankan pun juga bisnis,” ujar Presiden Jokowi.
Sementara jika berani mengambil risiko, menurut Presiden, masih ada peluang, di mana biasanya kemungkinan itu jika diperhitungkan dengan baik bisa memberikan keuntungan.
“Ya karena yang namanya mengambil sebuah keputusan itu artinya mengambil sebuah risiko. Pasti, dimana pun, di bisnis, di politik sama saja,” tutur Jokowi seraya menambahkan jika main aman itu merupakan ilusi.
Dia mengingatkan jika dunia sekarang ini begitu sangat dinamis, terbuka, globalisasi. Saat ni juga merupakan eera teknologi berkembang begitu cepat sehingga dunia akan terus berubah.
“Orang berkata wait and see, ya tiap tahun kita akan wait and see terus. Karena memang berubah-ubah terus, ketidakpastian itu sekarang hampir tiap hari kita alami, baik di dunia bisnis, baik dunia keuangan, dunia perbankan, maupun dunia politik karena ketidakpastian global juga setiap hari ada,” tegas dia.
Tampak hadir dalam kesempatan itu antara lain Menko Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Kepala Staf Presiden Moeldoko, Ketua Dewan OJK Wimboh Santoso, serta perwakilan pelaku industri perbankan di Indonesia.
Sumber: Liputan6