Banyak perubahan yang akan dilakukan untuk sistem akreditasi perguruan tinggi di Indonesia dari yang selama ini telah ada.
Hal ini diungkapkan oleh Ketua Majelis Akreditasi Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT), Prof Ir Dwiwahju Sasongko MSc PhD, pada hari kedua Pertemuan Perguruan Tinggi Badan Hukum (PTN-BH) se-Indonesia di Gedung Pusat Riset Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Kamis (5/4/2018).
Menurut pria yang akrab disapa Song ini, beberapa perubahan harus dilakukan agar standar perguruan tinggi di Indonesia nantinya bisa lebih meningkat, bahkan bisa bertaraf internasional.
”Kalau saat ini standar akreditasi nasional masih mengedepankan input, sedangkan standar internasional lebih pada output,” tutur dosen Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung (ITB).
Dijelaskan Song, perubahan yang akan dilakukan di antaranya kelembagaan akreditasi berubah menjadi dua, yakni Badan Akreditasi Nasional (BAN) yang akan melakukan akreditasi institusi dan Lembaga Akreditasi Mandiri (LAM) yang akan melakukan akreditasi program studi sesuai rumpun keilmuan.
“Kami perkirakan nantinya ada sekitar 10 LAM yang akan beroperasi di Indonesia, di antaranya LAM Kesehatan, LAM teknik, dan lain-lain,” papar pria berkacamata ini.
Perubahan tersebut, imbuh Song, didasarkan pada UU Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang menjelaskan Sistem Akreditasi Nasional (SAN).
Selain itu, ia kembali menjelaskan sesuai Permenristekdikti Nomor 44 tahun 2015, tujuh kriteria akreditasi yang mengacu pada Standar BAN-PT kini berubah menjadi sembilan kriteria yang mengacu pada Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SNPT). Kesembilan kriteria tersebut adalah Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran; Keluaran dan Dampak Tridharma; Pendidikan; Penelitian; Pengabdian kepada Masyarakat; Mahasiswa; Sumber Daya Manusia (SDM); Keuangan, Sarana dan Prasarana; Tata Pamong dan Kerjasama.
Pria yang memperoleh gelar sarjananya di ITB ini juga menyampaikan beberapa perubahan yang akan diterapkan, seperti halnya yang mulanya akreditasi menggunakan skala A sampai C akan berubah menggunakan predikat baik, baik sekali, dan unggul.
“Beberapa perubahan tersebut rencananya akan diterapkan pada Oktober mendatang,” tegas lulusan University of New South Wales, Australia ini.
Sementara itu, Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Dr Arif Satria SP MSi selaku moderator mengungkapkpan, diskusi mengenai sejumlah isu yang terkait era disruption yang dilakukan pada hari pertama sebelumnya, Rabu (4/4/2018), menuntut perguruan tinggi untuk lebih adaptif.
“Kita seharusnya mampu menjadi kampus 5.0 tidak hanya sekedar 4.0, sehingga kita akan menjadi trendsetter perubahan,” ujar rektor PTN termuda di Indonesia ini.
Pria yang akrab disapa Arif ini mengimbuhkan, otomatisasi dan Internet of Things (IoT) pada era ini mengakibatkan 3.900 pekerjaan hilang di Amerika, akan tetapi 19.000 pekerjaan baru muncul. “Dinamika pekerjaan begitu cepat, perguruan tinggi dituntut untuk semakin lincah, menyikapi hal tersebut diharapkan proses akreditasi dari BAN-PT juga semakin adaptif,” seloroh pria kelahiran Pekalongan, 17 September 1971 ini mengingatkan.
Pada penghujung materi, Song berharap dengan adanya perubahan baik yang sudah atau yang akan diterapkan mampu membangun budaya mutu di masing-masing perguruan tinggi.
“Yang sebelumnya perguruan tinggi terpaksa melakukan akreditasi karena diwajibkan, akan berubah menjadi sukarela karena merasa telah membutuhkan akreditasi sebagai bentuk penjaminan mutu kepada masyarakat,” pungkasnya.
Setelah selesainya penyampaian materi, dilaksanakan juga penandatanganan perjanjian kerjasama antara ITS dengan Universitas Gadjah Mada (UGM) dalam bidang pengembangan industri pupuk, dan penandatanganan perjanjian kerjasama antara ITS dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) dalam bidang kelautan dan kemaritiman.
“Ini adalah contoh nyata solusi dari masalah yang telah dirumuskan ketika penandatanganan nota kesepahaman antara 11 PTN-BH kemarin (Rabu, red),” ungkap Rektor ITS Prof Ir Joni Hermana MScEs PhD sesaat sebelum dilakukan penandatanganan.
Sumber: Lensa Indonesia