Ketua Dewan Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta periode 2018-2021, Koentjoro, mengkritik dan menolak wacana impor rektor asing yang digulirkan Menristekdikti, M Nasir.
“Kalau saya menolak sebagai pribadi maupun (tidak),” ujar Mantan Ketua Forum Dewan Guru Besar Indonesia (FDGBI) ini saat dihubungi wartawan, Selasa (6/8/2019).
Koentjoro justru bertanya balik kepada Menristekdikti mengapa Indonesia harus mengimpor rektor asing. Jika ada persoalan dalam manajemen kepengelolaan perguruan tinggi, maka ia mempertanyakan apa persoalannya.
“Apakah kalau (impor) rektor asing itu kemudian terselesaikan masalahnya? Masalahnya (sehingga harus impor) rektor asing itu apa? Manajemennya yang salah di mana?” tegasnya.
Jika ada kriteria yang belum dipenuhi rektor dalam negeri, maka Koentjoro meminta Menristekdikti untuk membeberkannya.
“Mosok orang Indonesia nggak bisa seperti itu (memenuhi kriteria yang diinginkan Kemenristekdikti),” tuturnya.
Menristekdikti, kata Koentjoro, justru terkesan tak menghargai bangsa sendiri. Ia juga menolak apabila kementerian dalam mengukur kualitas perguruan tinggi dalam negeri dengan membandingkannya dengan perguruan tinggi luar negeri.
“Menyangkut masalah kualitas perguruan tinggi, itu kalau menurut saya tidak apple to apple. Kenapa? Karena kalau di luar negeri itu yang namanya universitas memiliki laboratorium-laboratorium yang sangat modern dan canggih. Kita, laboratorium zaman Belanda masih kita pakai,” jelasnya.
Koentjoro juga berpendapat keberadaan rektor asing justru akan menjadi persoalan di kemudian hari. Sebab saat ini masih banyak dosen di sejumlah perguruan tinggi di Indonesia yang tidak bisa berbahasa Inggris.
“Apakah tidak melihat bahwa gap antara rektor dengan dosen yang tidak bisa berbahasa Inggris semakin lebar, apakah itu tidak menjadi persoalan. Itu kalau menurut saya ada suatu persoalan yang harus kita pahami,” tutupnya.
Sumber: News Detik