Sejumlah organisasi masyarakat dan organisasi pendidikan menyatakan mundur dari Program Organisasi Penggerak (POP) yang digagas oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Setidaknya, ada tiga organisasi yang telah menyatakan mundur, yaitu Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama (LP Ma’arif NU), dan Persatuan Guru Republik Indonesia ( PGRI). Alasan mereka mundur karena proses seleksi POP yang dinilai tak sejalan dengan semangat perjuangan pendidikan.
Selain alasan di atas, ketiga organisasi tersebut sepakat bahwa anggaran program ini dapat dialokasikan untuk keperluan lain yang lebih mendesak di bidang pendidikan. Tak hanya meminta untuk realokasi, bahkan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mendesak agar Komisi Pemberantasan Korupsi turut mengawasi program tersebut. “KPK harus pelototi (POP). Mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga pelaporan keuangan POP,” kata Sekretaris Jenderal FSGI Satriwan Salim seperti dikutip dari Antara, Senin (27/7/2020).
POP merupakan program pemberdayaan masyarakat secara masif melalui dukungan pemerintah untuk peningkatan kualitas guru dan kepala sekolah berdasarkan model-model pelatihan yang sudah terbukti efektif dalam meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan hasil belajar siswa. Dasar hukum dari pelaksanaan program ini adalah Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 32 Tahun 2019 tentang Pedoman Umum Penyaluran Bantuan Pemerintah di Kemendikbud. Serta, Peraturan Sekjen Kemendikbud Nomor 3 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis Penyaluran Bantuan Pemerintah Untuk Pengembangan Mutu Guru dan Tenaga Kependidikan.
elaksanaan POP dilakukan dengan melibatkan sejumlah organisasi kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan, terutama organisasi-organisasi yang memiliki rekam jejak yang baik dalam implementasi program pelatihan guru dan kepala sekolah. Dalam pelaksanaannya, ormas pendidikan dapat membentuk sebuah konsorsium dengan ormas lain. Nantinya, salah satu ormas menjadi pimpinan program dan bertanggung jawab dalam pengajuan proposal. Meski POP ditujukan bagi ormas pendidikan yang telah berpengalaman, namun dengan adanya konsorsium tersebut, ormas non pengalaman dapat bergabung sebagai anggota. Baca juga: Terima Masukan, Mendikbud Nadiem Bakal Evaluasi Program Organisasi Penggerak Syarat Ada dua persyaratan yang harus dipenuhi ormas yang hendak bergabung ke dalam progam ini, yaitu syarat umum dan syarat khusus. Persyaratan umum antara lain: 1. Memiliki akta pendirian dan telah disahkan oleh notaris; 2. Memiliki kedudukan/domisili; 3. Memiliki surat keputusan pengesahan sebagai Badan Hukum dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia; 4. Memiliki Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga; 5. Memiliki sumber daya pendukung untuk melaksanakan program sebagaimana diajukan dalam proposal yang ditunjukkan dalam profil lembaga; 6. Memiliki struktur Organisasi Kemasyarakatan atau perkumpulan; 7. Memiliki nomor pokok wajib pajak atas nama Organisasi Kemasyarakatan atau anggota dari salah satu pengurus yang namanya tercantum dalam akta notaris; 8. Memiliki neraca keuangan yang telah diaudit oleh kantor akuntan publik (Gajah 3 minimal tahun terakhir, Macan minimal 1 tahun terakhir) atau oleh internal lembaga (Kijang); 9. Memiliki salinan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pajak tahun terakhir; 10. Memiliki nomor rekening bank pemerintah atas nama Organisasi Kemasyarakatan penerima Bantuan.
Sedangkan, persyaratan khusus yang harus dipenuhi saat saat pengajuan proposal antara lain:
1. Memiliki pengalaman dan/atau bukti keberhasilan program di bidang pendidikan di satuan pendidikan;
2. Mengajukan proposal dalam kurun waktu yang ditetapkan.
Sedianya, implementasi POP ditargetkan dimulai pada Juni 2020. Untuk fase pertama, program ini akan dilaksanakan selama dua tahun yaitu 2020 sampai dengan 2022, jika semua syarat terpenuhi. Satuan pendidikan yang menjadi sasaran POP yaitu pendidikan anak usia dini, sekolah dasar (SD), dan sekolah menengah pertama (SMP).
Implementasi program Sedianya, implementasi POP ditargetkan dimulai pada Juni 2020. Untuk fase pertama, program ini akan dilaksanakan selama dua tahun yaitu 2020 sampai dengan 2022, jika semua syarat terpenuhi. Satuan pendidikan yang menjadi sasaran POP yaitu pendidikan anak usia dini, sekolah dasar (SD), dan sekolah menengah pertama (SMP).
Terutama, bagi satuan pendidikan yang berada di daerah tertinggal, terdepan dan terluar; perkotaan dan pedesaan; serta daerah dengan beragam kondisi geografis. Adapun ormas yang disetujui proposalnya oleh Kemendikbud akan mendapatkan bantuan, yang akan disalurkan dalam dua tahap pada tiap tahun anggaran berdasarkan hasil evaluasi berkala dari Kemendikbud. Proses evaluasi akan dilakukan secara berkala oleh tim evaluasi independen. Nantinya, Kemendikbud akan menyusun kriteria penilaian proposal yang jelas, objektif, dan berlandaskan pada peraturan yang berlaku. Tim evaluasi proposal akan menggunakan kriteria penilaian tersebut dalam proses verifikasi proposal. Anggaran yang diterima Ormas penggerak yang terpilih akan melaksanakan program di daerah dengan dukungan Kemendikbud. Dukungan yang diberikan berupa bantuan dana, pemantauan dan evaluasi dampak, serta integrasi program yang terbukti baik ke dalam program Kemendikbud. Adapun bantuan yang akan diterima setiap organisasi berbeda, tergantung pada hasil evaluasi terhadap kapasitas ormas dan kualitas rencana program peningkatan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan yang akan dijalankan.
Secara umum, besar bantuan dibagi menjadi 3 kategori berdasarkan banyak sasaran satuan pendidikan: 1. Kategori I (Gajah) dengan sasaran lebih dari 100 satuan pendidikan, dapat memperoleh bantuan maksimal Rp 20 miliar per tahun; 2. Kategori II (Macan) dengan sasaran 21 sampai dengan 100 satuan pendidikan, dapat memperoleh bantuan maksimal Rp 5 miliar per tahun; 3. Kategori III (Kijang) dengan sasaran 5 sampai dengan 20 satuan pendidikan, dapat memperoleh bantuan maksimal Rp 1 miliar per tahun.
Anggaran tersebut hanya diperuntukkan untuk mendukung pelaksanaan kegiatan, bukan untuk membiayai operasional ormas di luar program. Adapun komponen belanja untuk mendukung pelaksanaan kegiatan meliputi belanja bahan, belanja honor output kegiatan, belanja jasa profesi, belanja jasa/sewa, belanja modal peralatan dan mesin, serta belanja perjalanan dinas. Nantinya, tim evaluasi akan mengukur keberhasilan program dengan beberapa instrumen, meliputi asesmen kompetensi minimum (AKM) dan survei karakter (SD/SMP); instrumen capaian pertumbuhan dan perkembangan anak (PAUD), dan pengukuran peningkatan motivasi, pengetahuan, dan praktik mengajar guru, kepala sekolah, dan tenaga kependidikan lainnya. Asesmen akan dilakukan pada awal (Agustus 2020), tengah (Mei 2021), dan akhir program (Mei 2022). Perkembangan AKM dari awal hingga akhir pada sekolah sasaran program akan dibandingkan dengan sekolah yang tidak menjadi sasaran program organisasi penggerak.
Sumber: Nasional Kompas