Penggunaan anggaran pendidikan di Perguruan Tinggi Kementerian Lain (PTKL) atau Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) jauh lebih besar dibandingkan perguruan tinggi di bawah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Perbandingannya hampir 14 kali lipat. Hal tersebut diungkapkan oleh Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek, Nizam, dalam Rapat Panja Merdeka Belajar-Kampus Merdeka Komisi X DPR RI yang disiarkan secara daring, Kamis (27/1/2022).
“Ini kalau kita lihat unit cost per mahasiswa tentu jadi tidak imbang antara yang ada di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi dengan yang ada di kementerian lain. Jadi, di rasionya itu hampir 1:14. Tapi tentu beragam antar satu kementerian dengan kementerian yang lain,” ujar Nizam.
Saat ini ada 14 kementerian dan 6 lembaga non kementerian di luar Kemendikbudristek yang menyelenggarakan pendidikan tinggi. Menurut pemaparan Nizam, terdapat 179 PTKL, dari jumlah tersebut ada 20 bersifat kedinasan sisanya bersifat umum. Beberapa contoh sekolah kedinasan di antaranya Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (STMKG), Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS), hingga Politeknik Keuangan Negara Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (PKN STAN).
Berdasarkan pemaparan Nizam, dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021 PTKL mendapatkan pendanaan sebesar Rp 22,8 triliun. Adapun untuk PTN sebesar Rp 29 T termasuk Rp 10 T dari Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Dari angka tersebut, menurut Nizam rata-rata biaya operasional PTKL sebesar Rp 129,6 juta untuk setiap mahasiswa. Biaya tersebut diberikan kepada 180 ribu mahasiswa dan tidak termasuk mahasiswa di bawah Kementerian Agama. Sementara itu, biaya untuk perguruan tinggi negeri (PTN) di bawah Kemendikbudristek sebesar Rp 9,4 juta per mahasiswa dan sudah termasuk Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN), Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), beasiswa dan pembangunan untuk 3,2 juta mahasiswa.
Sebagai contoh di Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta rerata biaya operasional per mahasiswa mencapai Rp 9,6 juta sementara di Universitas Andalas Padang Rp 10,3 juta. Adapun Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung sebesar Rp 38 juta dan Sekolah Tinggi Pertanian mencapai Rp 150 juta. “Ke depan kita ingin menata ini agar bisa lebih berkeadilan dan lebih merata karena semuanya juga untuk anak-anak kita,” ujar Nizam.
Selain ketimpangan anggaran, PTKL bermasalah dari sisi tata kelola. Nizam mengatakan, permintaan penambahan program studi umum dari PTKL terus berdatangan dan seringkali didirikan tanpa mengikuti prosedur yang berlaku. Pihaknya berharap agar PTKL menyelenggarakan program studi yang bersifat teknis dan spesifik. “Kita harapkan program studi di PTKL ini hanya program studi yang bersifat teknis dan spesifik atau tidak diselenggarakan oleh PTN atau PTS di bawah Kemendikbud. Sehingga tidak ada tumpang tindih pengaturan dan tumpang tindih kewenangan,” ujar Nizam.
Selain itu, sebanyak 159 dari 179 PTKL tidak menyelenggarakan pendidikan untuk keperluannya sendiri, mahasiswa lulusanya bekerja untuk sektor swasta. Padahal, kata Nizam, pada dasarnya PTKL ini diselenggarakan untuk memperkuat tugas dan fungsi kementerian lain atau LPNK yang nantinya para lulusan akan menjadi CPNS atau PNS di kementerian atau lembaga yang bersangkutan.