Penulis: Nindira Aryudhani, S.Pi., M.Si.
Muslimah News, OPINI — Para pedagang di Pasar Tanah Abang dan pelaku UMKM menjerit akibat omzet penjualan yang anjlok parah. Mereka menyatakan penurunan omzet terjadi setelah aplikasi TikTok Shop merajalela belakangan ini. Aplikasi itu membuat pasaran digempur habis-habisan oleh produk impor murah. Sejumlah pedagang mengaku, sebelum ramai TikTok Shop, mereka bisa mengantongi puluhan juta per hari. Namun, kini ada dari mereka yang bahkan pernah hanya mendapat satu pembeli dalam sehari. (CNN Indonesia, 20-9-2023).
Sebelum ada TikTok Shop, meski sudah ada marketplace, seperti Lazada dan Shopee, mereka menyatakan hal itu tidak berpengaruh ke pasaran. Namun, sekarang ketika ada TikTok, lapak mereka jadi sepi pembeli. Tidak heran, pasar terbesar dan tertua di Jakarta itu bagai hampir mati.
Mengutip Kompas (19-9-2023), di antara para pedagang di Pasar Tanah Abang itu ada yang sudah coba menjajakan dagangannya melalui fitur siaran langsung di aplikasi TikTok. Sayangnya, hasil penjualannya ternyata tidak sesuai ekspektasi. Jumlah penontonnya juga sedikit, rata-rata hanya sekitar 20—30 orang, tidak pernah lebih dari itu. Sebab lainnya, mereka kalah saing di TikTok. Pasalnya di TikTok terdapat produsen produk tekstil, produsen alas kaki, hingga artis-artis besar berjualan di lapak yang sama.
Kondisi serupa tidak hanya terjadi di Pasar Tanah Abang. Sejak awal 2023, para pedagang pakaian di Pasar Tradisional Rancaekek, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, juga mengeluhkan sepinya pembeli. Tidak sedikit dari mereka yang terpaksa menutup kiosnya bahkan beralih berdagang sayuran atau barang lainnya. Penyebabnya sama, yakni imbas harga super murah di lapak dagang online di marketplace sehingga menjatuhkan harga pedagang konvensional.
—
Tiktok Shop
—
Bagaimana pun, fenomena TikTok Shop ini memang meresahkan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia. Pasalnya barang jualan pedagang asli Indonesia di toko offline maupun marketplace lainnya kalah saing dengan produk Tiktok Shop yang sangat murah.
Tidak pelak, barang yang dijual pedagang di TikTok Shop pun dituding hasil perdagangan lintas batas (cross border). Jika benar, banjir barang impor tersebut berarti langsung ditawarkan kepada pembeli tanpa melalui proses importasi yang semestinya.
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan ada 21 juta UMKM lokal yang sudah terjun ke marketplace. Namun, pedagang lokal tetap kalah saing dengan banjir barang impor. Teten menjelaskan, TikTok bisa memberikan informasi kepada produsen UMKM di Cina yang ingin masuk ke Indonesia dan ini jelas ancaman bagi UMKM kita. Meski saat ini era perdagangan bebas, ia menegaskan setiap negara tetap perlu melindungi UMKM, jangan sampai kalah bersaing.
—
Melarang TikTok Shop, Mungkinkah?
—
Pemerintah mengeklaim sudah mencoba mengatasi kondisi tersebut. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan bahwa pemerintah tengah mengkaji rencana pelarangan TikTok Shop di Indonesia. Ia mengatakan langkah ini sebagai tindak lanjut revisi Permendag 50/2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
Kendati demikian, rencana itu tidak sepenuhnya didukung oleh seluruh elemen pemerintah. Misalnya, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno yang khawatir pelarangan TikTok secara total (total ban) justru akan mengganggu pelaku UMKM yang bermain di sana. Alasannya, jika total ban, sedangkan pengguna TikTok ini sudah di atas 100 juta, pasti akan menghasilkan disrupsi yang terlalu besar pada saat ini.
Sementara itu, analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P. Sasmita mengatakan pemerintah sebaiknya berhitung cermat perihal rencana pelarangan TikTok Shop. Ia mengingatkan jangan sampai karena pemerintah gagal meningkatkan kapasitas UMKM dalam memanfaatkan pasar digital, fasilitas online yang semestinya bisa membantu UMKM malah dilarang. Ia menilai, peningkatan kapasitas UMKM justru akan bisa membuat mereka beradaptasi dengan platform seperti TikTok Shop.
—
Pasar Persaingan Sempurna
—
Mencermati hal ini, kita tidak boleh lupa akan adanya pasar persaingan sempurna. Pasar persaingan sempurna adalah sebuah struktur pasar yang di dalamnya terdapat banyak penjual atau perusahaan yang menghasilkan barang ataupun memberikan pelayanan kepada pembeli di pasar tersebut. Pada pasar persaingan sempurna, jenis produk yang dijual relatif sama (homogen). Setiap penjual menawarkan barang yang identik dan penjual lain dapat berperan sepenuhnya untuk saling menggantikan penjualan produk satu sama lain.
Bukti nyata pasar persaingan sempurna adalah hadirnya persaingan ketat berupa lokasi, harga, serta target pasar antarbisnis yang memiliki model yang sama. Sebagai contoh, minimarket dengan nama berbeda, tetapi lokasinya saling berdekatan, bahkan turut bersaing dengan toko kelontong tradisional. Begitu pula supermarket yang lokasinya berdekatan dan bersaing dengan pasar tradisional untuk saling berkompetisi menarik konsumen. Selain itu, adanya pasar bebas, pasar global, dan perdagangan bebas juga termasuk derivat pasar persaingan sempurna.
Tidak hanya itu, pasar persaingan sempurna juga meniscayakan harga produk terbentuk melalui mekanisme pasar serta hasil interaksi antara penawaran dan permintaan. Pasar menjadi penentu harga secara penuh. Keinginan dari konsumen atau pembeli terpenuhi melalui berbagai macam permintaan yang dapat dilakukan dalam jumlah banyak. Sementara itu, keinginan produsen atau penjual juga terpenuhi melalui jumlah penawaran yang dapat dilakukan dalam jumlah yang banyak pula.
Keberadaan pasar persaingan sempurna beserta mekanisme pasarnya ini adalah konsekuensi berlangsungnya sistem ekonomi kapitalisme. Oleh sebab itu, menilik ciri-cirinya tadi, TikTok Shop jelas praktik nyata terjadinya pasar persaingan sempurna ini, hanya saja dalam bentuk digital. Membiarkan pedagang kecil bersaing begitu saja di TikTok Shop tentu tidak ubahnya menyodorkan anak kambing ke sarang harimau.
—
Perlindungan Penguasa Kapitalisme?
—
Konsekuensi lain bagi berlakunya sistem ekonomi kapitalisme adalah minim/hilangnya peran penguasa sebagai pengayom dan pelindung bagi rakyatnya. Lihat saja berbagai kebijakan pencabutan subsidi, juga kapitalisasi sejumlah fasilitas publik. Rakyat pun dibiarkan berjuang sendiri dalam rangka mengais rezeki.
Lulusan perguruan tinggi maupun sekolah vokasi semata dicetak untuk menjadi entrepreneur dan buruh industri tanpa sedikit pun jaminan pasti memperoleh lapangan kerja, alih-alih masa depan cerah setelah lulus. Namun, ketika pada gilirannya ada kredit untuk pelaku usaha kecil dan menengah, nyatanya ada unsur riba yang menyertai. Sungguh, nasib rakyat benar-benar bagai buah simalakama.
Oleh karena itu, sejujurnya, mustahil mengharapkan perlindungan nyata dari penguasa negara bersistem kapitalisme terhadap adanya pasar bebas sebagaimana TikTok Shop. Hal ini tercermin dari perbedaan pandangan antara Mendag dengan Menparekraf tadi.
—
Perlindungan Khilafah pada Aktivitas Ekonomi Rakyatnya
—
Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya imam/Khalifah itu junnah (perisai), orang-orang berperang di belakangnya dan menjadikannya pelindung. Jika ia memerintahkan ketakwaan kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan berlaku adil, baginya terdapat pahala dan jika memerintahkan yang selainnya maka ia harus bertanggung jawab atasnya.” (HR Muslim).
Khalifah jelas berperan sebagai raa’in (penanggung jawab) dan junnah (perisai) bagi rakyat yang dipimpinnya, tidak terkecuali dalam rangka memberikan perlindungan terhadap usaha dan aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh rakyatnya.
Wujud kebijakan Khilafah dalam memberikan perlindungan tersebut antara lain adalah memberikan jaminan modal usaha sebagai pemberian negara kepada rakyatnya, serta memegang kendali penuh terhadap kran produk impor khususnya yang harganya bisa menghancurkan harga pasaran dalam negeri.
Terkait harga produk, Khilafah tidak menerbitkan kebijakan pematokan harga. Dalam Islam, Allah Taala telah memberikan hak kepada setiap orang untuk membeli dengan harga yang ia sukai. Allah juga mengharamkan tindakan pemberlakuan harga tertentu barang dagangan untuk memaksa masyarakat agar melakukan transaksi jual beli sesuai harga patokan tersebut. Ini sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Sesungguhnya jual-beli itu (sah karena) sama-sama suka.” (HR Ibnu Majah).
Juga dalam hadis, “Harga pada masa Rasulullah saw pernah membumbung. Lalu mereka melapor, ‘Ya Rasulullah, seandainya saja harga ini engkau patok (tentu tidak membumbung seperti ini).’ Beliau saw. menjawab, ‘Sesungguhnya Allahlah Maha Pencipta, Maha Penggenggam, Maha Melapangkan, Maha Pemberi Rezeki dan Maha Menentukan Harga. Sesungguhnya aku sangat ingin menghadap ke hadirat Allah, sedangkan tidak ada seorang pun yang menuntutku karena suatu kezaliman yang aku lakukan kepadanya dalam masalah harta dan darah.’” (HR Ahmad).
Di antara mekanisme Khilafah dalam mengendalikan persaingan harga di antara sesama produsen adalah dengan tidak melegalisasi fungsi pasar sebagaimana pasar persaingan sempurna, melarang penggunaan aplikasi marketplace yang fungsinya sebagaimana pasar persaingan sempurna, menggunakan standar mata uang dinar dan dirham sebagai alat tukar resmi, mencegah terjadinya beragam celah penipuan, serta memberikan perlindungan bagi pelaku ekonomi digital maupun pedagang di pasar tradisional/modern dengan segmen pembeli yang jelas. Wallahualam bissawab. [MNews/Gz]