KBRI Tokyo Gelar Webinar Tentang Pemimpin Perempuan Dalam Dunia Pendidikan Tinggi


download (3)

Dalam memperingati Hari Kartini dan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) Tahun 2022, Dharma Wanita Persatuan (DWP) KBRI Tokyo bekerja sama dengan Atase Pendidikan dan Kebudayaan (Atdikbud) menggelar webinar dengan tema Kartini Masa Kini Dalam Dunia Pendidikan: Perkembangan Kepemimpinan Perempuan Dalam Pendidikan Tinggi, pada Senin (25/4).

Webinar ini menghadirkan tiga pembicara perempuan, yaitu Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Suharti, Rektor Universitas Padjadjaran, Rina Indiastuti, dan Ketua Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (ALMI) Sri Fatmawati. Selain itu, webinar ini pun menengahkan pembahas Corina DS Riantoputra asal Universitas Indonesia dengan dimoderatori oleh Sastia Prama Putri, diaspora wanita yang berkarir di Osaka University.

Ketua DWP KBRI Tokyo Nuning Akhmadi dalam sambutannya menekankan pentingnya peran perempuan dalam pendidikan dan penyiapan generasi bangsa. Menurutnya, pemberdayaan perempuan dan kesetaraan gender merupakan dua isu penting yang termasuk dalam tujuan pembangunan berkelanjutan dan menjadi kewajiban semua negara untuk mewujudkannya.

“Hari ini kita akan mendengarkan Kartini-Kartini masa kini yang sedang terus berjuang melanjutkan cita-cita R.A. Kartini dalam lingkungan pendidikan tinggi. Mari kita dukung terus upaya dan cita-cita mereka dalam pengarusutamaan gender sehingga akan lebih banyak lagi kaum perempuan di Indonesia yang dapat berkiprah dalam bidang pendidikan sehingga kemajuan menuju Indonesia emas di tahun 2045 menjadi sebuah keniscayaan,” tegas Nuning saat membuka acara.

Sebagai pembicara pertama, Sesjen Suharti dalam paparannya menyampaikan data dan fakta bagaimana Indonesia melalui Kemendikbudristek dalam program-programnya mendorong akses pendidikan yang merata untuk semua orang, melindungi kaum perempuan dan membuka peluang agar perempuan menjadi pimpinan dalam dunia pendidikan tinggi di Indonesia.

“Pembangunan SD Inpres yang dimulai tahun 1973 dan dilanjutkan dengan program wajib belajar tahun 1984 ditambah inisiasi program bantuan seperti BSM tahun 1997, BOS tahun 2004, PIP/KIP 2016 dan KIP (2021) telah memperlihatkan keberhasilan antara lain tingkat buta huruf perempuan berkurang 4 persen selama satu dekade terakhir. Ketimpangan akses pendidikan dasar-menengah antara laki-laki dan perempuan terus mengecil dan semakin banyak perempuan yang menempuh pendidikan tinggi, bahkan melebihi persentase laki-laki yang menempuh pendidikan tinggi,” papar Suharti dengan datanya.

Suharti juga mengungkapkan bagaimana Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di lingkungan Perguruan Tinggi dapat melindungi kaum perempuan. Ia menuturkan, peraturan ini dapat memberikan hak mendapatkan pendidikan yang aman bagi mahasiswa, memberikan kepastian hukum bagi pemimpin perguruan tinggi untuk mengambil tindakan tegas, mengedukasi isu kekerasan seksual dan menciptakan kolaborasi antara kementerian dengan kampus-kampus untuk menciptakan budaya akademik yang sehat sesuai dengan akhlak mulia.

Seperti halnya Suharti, Rektor Rina juga menggunakan fakta dan data dalam menyoroti peran perempuan dalam perguruan tinggi dan dalam penanganan Covid-19. Menurut Rina, secara umum pada level pendidikan dasar-menengah hingga tahun 2015, kaum perempuan sudah terwakili, sementara masih rendah di pendidikan tersier.

Dalam manajemen institusi pendidikan dan pembuatan kebijakan pendidikan pun menurut Rina, perempuan juga masih kurang terwakili sebagai staf pengajar senior dan dalam badan pengambilan keputusan pendidikan tinggi di banyak negara. Namun, di Unpad sendiri nampaknya kaum perempuan sudah terwakili dalam beberapa hal seperti jumlah mahasiswa perempuan selalu lebih banyak setiap tahunnya dalam semua jenjang kecuali jenjang S3, publikasi dosen perempuan di Jurnal Internasional Bereputasi di Unpad mengalami kenaikan linier sejak tahun 2017, dan jumlah perempuan yang menjadi wakil dekan 1 lebih banyak dibanding laki laki.

“Saya meyakini bahwa pemimpin perempuan dalam Pendidikan tinggi di Indonesia memiliki legitimasi dalam menjalankan kewajiban secara kolegial guna mewujudkan visi institusi untuk kebaikan kebermanfaatan dan peradaban manusia. Seorang pemimpin perempuan dalam Pendidikan tinggi tetap akan menjaga keseimbangan kerja dan keluarga secara efektif. Oleh karena itu, Unpad akan terus mendorong setiap perempuan untuk memiliki kesempatan yang layak dan setara untuk produktif memanfaatkan pengetahuan dan keterampilannya guna membangun kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat,” lugasnya.

Sementara itu, pembicara ketiga, Sri Fatmawati mengawali paparannya dengan menjelaskan tentang ALMI, dan menyampaikan bahwa kondisi global saat ini sangat menguntungkan perempuan dalam aktualisasi diri.  “Perbedaan gender dalam komunitas ilmuwan hampir tidak ada masalah karena ilmuwan umumnya lebih terbuka terhadap budaya kerja sama lintas disiplin untuk berpotensi melahirkan inovasi-inovasi sains.  Sifat yang dinamis dan progresif ilmuwan perempuan pada umumnya  memudahkan dalam mempromosikan sains dan menginspirasi generasi selanjutnya untuk mencintai dan mengembangkan sains di Indonesia. Dalam memimpin pun perempuan memiliki efektifitas dan kredibilitas sehingga dapat mencapai tujuan organisasi dalam rangka mendukung kemajuan bangsa Indonesia di masa yang akan datang,” terang ketua ALMI.

Sri berharap kaum perempuan di Indonesia dapat menjadi kunci kehidupan keluarga sebagai seorang ibu dan istri. “Namun tidak hanya membangun diri dan keluarganya, tetapi berperan juga membangun masyarakat dan negara Indonesia,” terangnya.

Pada kesempatan ini, Corina DS Riantoputra menyimpulkan bahwa di masa disrupsi teknologi saat ini yang memungkinkan setiap orang bekerja di rumah semakin besar, maka kesempatan kaum perempuan untuk mengembangkan diri dan berkolaborasi internasional sebagai insan pendidikan tinggi dapat lebih mudah. Diskusi pun berkembang dalam sesi tanya jawab yang dipandu dengan elegan oleh Sastia Prama Putri. Banyak pertanyaan yang memperlihatkan semangat perempuan yang ingin maju memimpin dalam dunia pendidikan tinggi. Hal ini tentu saja merupakan indikasi keberhasilan perjuangan RA Kartini dan wanita pejuang lainnya.

Saat mengantarkan webinar ini, Atdikbud Tokyo Yusli Wardiatno mengungkapkan bahwa webinar ini memiliki beberapa tujuan, baik untuk wawasan kebangsaan maupun terkait SDGs pada tujuan 4 dan 5. Yusli menuturkan KBRI Tokyo senantiasa mendukung dan mengimplementasikan program-program terkait pengarusutamaan dan kesetaraan gender dalam semua bidang termasuk bidang pendidikan.

“Menyatukan dua peringatan hari nasional, Hari Kartini dan Hari Pendidikan Nasional, merupakan upaya penghargaan kepada pahlawan perempuan dalam hal ini RA Kartini sekaligus mendorong munculnya kartini-kartini baru yang dapat menjadi pemimpin dalam dunia pendidikan. Webinar ini juga sangat bersesuaian dengan SGDs tujuan keempat yaitu Quality Education dan tujuan kelima yaitu Gender Equality,” papar Yusli.