Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, mengaku membuang naskah pidato yang telah disiapkan pada saat proses serah terima jabatan Rektor Universitas Indonesia (UI), dari Profesor Muhammad Anis kepada Prof Ari Kuncoro.
Proses pelantikan orang nomor satu di UI itu berlangsung di Balai Purnomo, Kampus UI Depok, Jawa Barat, pada Rabu 4 Desember 2019.
Nadiem mengawali pidato tanpa teksnya itu dengan menyampaikan rasa hormatnya, kepada Menteri Keuangan, Sri Mulyani, yang duduk persis di hadapannya bersama sejumlah guru besar UI.
“Yang terhormat bapak-ibu yang hebat di depan saya terutama Bu Ani, terima kasih sudah mengundang saya di sini. Saya seperti Prof Ari, ada naskah pidato langsung saya buang, karena saya ingin gunakan kesempatan ini untuk menjadi sesi kerja pertama selama lima tahun ke depan,” ujarnya disambut riuh tepuk tangan hadirin.
Usai memberikan kata sambutan pidatonya itu, Nadiem kemudian mengatakan bahwa dirinya bukanlah alumni UI, namun ia tak menampik ada darah UI yang mengalir pada dirinya.
“Orang tua saya, bapak ibu dan seluruh keluarga saya, om dan tante semua eksklusif alumni UI. Jadi saya sebenarnya produk UI juga dan saya merasa tidak bisa mencapai seperti ini kalau tanpa UI, jadinya ini sesuatu yang spesial saya bisa hadir di sini,” ujarnya
Terkait hal itu, Nadiem pun menyampaikan rasa terima kasihnya pada Prof Anis untuk semua dampak positif yang terjadi dalam lima tahun sebelumnya. Seperti pencapaian QS ranking yang meningkat.
“Tapi yang terutama buat saya, yang paling membanggakan adalah finteknya dari times ‘hire’ education award. Itu buat saya bukan ranking, tapi dampak terhadap sustainable development, terima kasih ya prof,” katanya disambut tepuk tangan para tamu undangan.
Nadiem mengemukakan, teknologi akan semakin cepat, rumit dan tidak bisa diprediksi. Hal-hal yang tadinya simpel kini menjadi tidak. Pada saat ini, arah presiden yaitu Sumber Daya Manusia (SDM) unggul dan ini harus diterjemahkan secara konsisten bukan hanya kementerian, perguruan tinggi, dosen dan mahasiswa, tapi seluruh masyarakat.
“Salah satu mentor saya pernah bilang sama saya, kalau semua bisa menjadi prioritas artinya tidak ada prioritas. Jadi saya di sini akan memberitahukan prioritas di pendidikan, di kementerian sama seperti yang dibilang presiden, yaitu SDM unggul,” ujarnya.
Nadiem menilai, kalau menganalisa apa dampak terbesar yang bisa dilakukan untuk meningkatkan SDM unggul itu simpel. Jawabnya adalah mencetak pemimpin-pemimpin masa depan, artinya mahasiswanya.
“Jadi bapak ibu, pertama adalah menyadari bahwa prioritas utama adalah proses penggunaan, pembelajaran dan pencetakan karakter mahasiswa di dalam perguruan tinggi.”
Mantan petinggi Gojek ini menegaskan, lima tahun ke depan prioritas nomor satu adalah mahasiwa yang keluar (lulus) nantinya bisa berbuat sesuatu.
“Jadi semua keputusan mengenai dosen, anggaran regulasi kelembagaan semuanya harus dijauhkan dari apa dampaknya kepada mahasiswa. Lima tahun ke depan mencetak pemimpin masa depan itu prioritas saya,” tuturnya.
Tantangan berikutnya, kata Nadiem, saat ini Indonesia masuk pada era di mana hal-hal yang sifatnya kemarin formal dan memberikan suatu proksi dari pada kualitas yang sekarang harus dipertanyakan.
“Kita memasuki era di mana gelar tidak menjamin kompetensi. Kita memasuki era di mana kelulusan tidak menjamin kesiapan berkarya. Kita memasuki era di mana akreditas tidak menjamin mutu. Ini hal-hal yang harus segera disadari,” jelasnya.
Interprestasi Kemendikbud tehadap visi presiden, lanjut Nadiem, adalah dua hal. Satu adalah merdeka belajar, kedua adalah guru penggerak.
“Di sini kata guru disubtansikan dosen. Kemerdekaan belajar itu apa artinya, kemerdekaan belajar itu artinya kemerdekaan di setiap jenjang unit pendidikan,” jelasnya.
Nadiem menambahkan, saat ini kita memasuki paradigma baru, di mana pemerintah akan memilih memberikan kepada institusi-institusi pendidikan, memberi kepercayaan, memberi kebebasan, memberikan otonomi.
“Tapi dalam era ini ekspektasi saya adalah kemerdekaan itu harus turun terus. lembaga perguruan tinggi merdeka dari berbagai macam regulasi dan birokratis,” katanya.
“Para pendidik dan dosen juga dimerdekakan dari birokrasi. Dan yang terpenting mahasiswa diberikan kemerdekaan untuk belajar sesuai kemauannya, sesuai kemampuannya, sesuai interest dia,” timpalnya lagi.
Dengan demikian, jika hal itu dilakukan Nadiem pun optimis, Indonesia tidak hanya akan jadi salah satu negara terbaik di Asia Tenggara, tapi juga unggul di panggung dunia.
Sumber: uittoday.com