Jawa Timur ke depan adalah terbukanya akses pendidikan untuk seluruh masyarakat. Melalui akses pendidikan yang terbuka diharapkan mampu menghasilkan sumberdaya manusia yang cerdas dan berakhlak, masyarakat yang maju dan berbudaya.
Cerdas dalam arti mampu menghadapi tantangan zaman yang terus berubah. Mampu beradaptasi dengan segala kemajuan yang terjadi. Sekaligus mampu mempersiapkan diri untuk memasuki kebaruan zaman. Berakhlak artinya mempunyai karakter yang kuat. Punya pijakan nilai yang diyakini secara kokoh dan berkeadaban.
Mengagungkan kecerdasan kognitif semata tidak cukup. Kecerdasan dalam hal ini juga harus dibarengi dengan kapasitas tinggi dalam merealisasikan kecerdasan spiritual (beriman dan taqwa), kecerdasan emosional, kecerdasan sosial, dan kecerdasan kinestetik. Sedangkan berakhlak adalah memiliki pikiran dan tindakan sesuai dengan nilai moral agama, norma sosial dan perundangan-undangan atau peraturan yang berlaku.
Cerdas yang berakhlak merupakan target pendidikan yang ingin kita capai karena kecerdasan tanpa dilandasi akhlak akan merusak. Akhlak yang baik tanpa disertai kecerdasan akan menghasilkan manusia dogmatis yang tidak menghasilkan kemajuan. Oleh karena itu, kecerdasan dan berakhlak harus menjadi capaian akhir dari tujuan pendidikan.
Guna mencapai pendidikan yang mencerdaskan dan berakhlak ini, maka pendidikan non diskriminasi harus menjadi pijakan utama. Yakni kebijakan yang peka dengan tradisi pendidikan yang telah berkembang bahkan sebelum Indonesia berdiri, singkatnya pendidikan yang mengedepankan pengakuan terhadap lembaga penyelenggara pendidikan yang tidak masuk dalam nomenklatur pendidikan formal, seperti halnya pondok pesantren.
Kebijakan yang inklusif tidak membeda-bedakan antara pendidikan formal dan non formal, antara informal dan formal, antara umum dan khusus, serta antara pendidikan umum dan agama.
Selama ini, pemerintah Jatim telah melaksanakan kebijakan pendidikan non diskriminasi ini melalui bantuan operasional madrasah diniyah. Ini adalah bentuk inovasi kebijakan pendidikan pertama di Indonesia. Kebijakan pendidikan non diskriminasi yang menyentuh pendidikan agama. Melalui cara ini, diharapkan peserta didik mendapatkan bekal kecerdasan ilmu pengetahuan yang cukup sekaligus mendapatkan ilmu agama yang mumpuni. Komitmen pemerintah Jatim dituangkan dalam kebijakan afirmasi yang berbentuk Bantuan Operasional Sekolah Dasar Madrasah Diniyah (BOSDA Madin).
Sejak tahun 2011 sampai saat ini, Pemprov Jatim menganggarkan Rp 300 Miliar untuk BOSDA Madin. Dengan rincian bantuan operasional Rp 15 ribu/bulan tiap siswa tingkat Ula (setingkat SD), Rp 25 ribu/bulan tiap siswa tingkat Wusto (setingkat SMP). Bagi guru Madin yang memiliki murid diatas 30 diberikan bantuan Rp 300 ribu. Cita-cita yang sampai saat ini saya perjuangkan adalah kebijakan afirmasi untuk memberikan sertifikasi bagi guru Madin.
Dasar pikiran saya sederhana. Jika guru hidupnya sejahtera maka akan mengajar dengan lebih semangat dan muridnya otomatis akan semakin pintar. Langkah awal untuk memberikan sertifikasi guru Madin sudah terlaksana, yakni memberikan guru Madin beasiswa untuk melanjutkan pendidikan dijenjang perguruan tinggi,
Sampai saat ini sudah 10.000 guru Madin yang mendapatkan beasiswa sarjana.
Persoalan lain adalah soal akses masyarakat terhadap pendidikan. Dalam hal ini, kebijakan yang harus diambil adalah terus mendorong keterlibatan masyarakat untuk ikut dalam penyelenggaraan pendidikan. Terhadap partisipasi masyarakat ini, pemerintah berkewajiban untuk terus memberikan fasilitas, kemudahan, dan pembinaan. Sedangkan penyelenggaraan pendidikan oleh pemerintah harus terus ditingkatkan kualitasnya, memperbesar daya tampung dan menjadi benchmark bagi penyelenggara pendidikan lainnya.
Ia harus menjadi andalan bagi terciptanya sumber daya manusia yang disiapkan secara matang mengisi kemerdekaan Indonesia.
Pendidikan adalah batu loncatan bagi mobilitas sosial warga masyarakat. Disinilah pendidikan mampu menjadi instrumen untuk mengatasi kemiskinan. Pendidikan bisa manjadi alat untuk memutus mata rantai kemiskinan ekonomi dalam keluarga. Oleh karena itu, menciptakan program afirmatif bagi anak usia didik dari keluarga miskin menjadi sebuah keharusan.
Terkait dengan ini, saya membayangkan perlunya program “bidik misi” di tingkat SMA/SMK. Yakni program bantuan biaya pendidikan bagi anak orang tidak mampu secara ekonomi yang mempunyai potensi akademik baik untuk menempuh sekolah lanjutan. Sebuah program afirmatif bagi anak didik dari keluarga kurang mampu untuk mendapat akses pendidikan yang baik. Singkatnya, orientasi kebijakan pendidikan diarahkan pada peningkatan angka partisipasi murni dan nilai transisi dan menurunkan angka putus sekolah dan luar sekolah. Juga menjamin kelangsungan program pemberian bantuan pendidikan.
Cita-cita membentuk anak didik dengan pendidikan yang mencerdaskan dan berakhlak juga harus diiringi dengan membangun karakter keadaban anak didik dengan menginternalisasi nilai-nilai kearifan lokal yang mewujud dalam seni dan budaya. Hal ini menjadi penting karena dewasa ini, kita sedang ditantang dengan gerakan fundamentalisme agama dan juga fundamentalisme pasar. Keduanya memiliki potensi mencerabut keadaban kita sebagai masyarakat budaya.
Kami selalu berupaya untuk tetap menjaga akar tradisi dan budaya dalam memori setiap anak didik, salah satunya adalah dengan melestarikan tradisi seni dan budaya. Jawa Timur adalah daerah yang kaya akan tradisi luhur, akan sia-sia jika kita tidak mampu merawat dan memberdayakan kekayaan itu guna untuk meningkatkan daya saing.
Jawa Timur berbeda dengan tetangga Provinsi, baik Jawa Barat maupun Jawa Tengah. Jawa Barat memiliki masyarakat yang monokultur dengan didominasi kode budaya Sunda. Begitu pula Jawa Tengah, budaya dominan adalah Jawa dan bahasa tutur yang digunakan juga Jawa. Berbeda dengan dua Provinsi tetangga, Jawa Timur adalah daerah yang memiliki keanekaragaman kode budaya.
Menurut Ayu Sutarto, dalam bukunya yang berjudul Pemetaan Kebudayaan di Provinsi Jawa Timur: Sebuah Upaya Pencarian Nilai-Nilai Positif (2008), Jatim terdiri dari sepuluh tlatah atau kawasan kebudayaan, terdiri dari Mataraman, Arek, Madura pulau, Pandalungan, Jawa Panoragan, Osing, Tengger, Bawean, Madura kangean, dan Samin. Kemajemukan budaya adalah bagian realitas sosial yang ada di jawa Timur, sekaligus juga modal besar bagi pelaksanaan pembangunan kita.
Pemerintah Provinsi Jawa Timur sangat sadar akan pentingnya kelestarian kekayaan budaya kita. Ada sepuluh kesenian kita yang diakui sebagai warisan budaya tak benda nasional, diantaranya; Wayang Topeng (Malang), Syiir Madura, tari Seblang dan Ritual Tumpeng Sewu (Banyuwangi), Ludruk dan Jaran Bodhag (Probolinggo), Topeng Dongkrek (Madiun), Upacara Kasada (Tengger), Ludruk (Surabaya), dan Singo Ulung (Bondowoso).
Pencatatan warisan budaya tak benda merupakan upaya transformatif nilai budaya leluhur dalam wilayah global, untuk selanjutnya bisa menginspirasi pemilihan strategi yang mengarah pada upaya pelestarian dan pengembangan kebudayaan. Perlunya pencatatan naskah-naskah kuno leluhur terkait dengan syair, pengobatan, arsitektur, pangan, dan pertanian. Ambil satu contoh ilmu leluhur tentang pengobatan, saya kira ada ribuan resep yang tercecer di seluruh Jawa Timur terkait dengan pengobatan tradisional. Jika kita tidak mampu menginventarisir pengetahuan agung tersebut berpotensi akan dibajak oleh Negara lain.
Seni dan budaya itu dinamis, dia bergerak mengikuti jaman. Globalisasi dewasa ini memungkinkan generasi muda kita mengakses informasi dan menyerap pengaruh budaya secara global. Sehingga memaksa mereka hanya mengkonsumsi seni tradisional agaknya menjadi tidak mungkin. Oleh karena itu kita juga harus merumuskan strategi kebudayaan, agar budaya agung leluhur tidak menjadi fosil digilas jaman. Kita patut mengapresiasi Negara Asia yang mampu menciptakan geger budaya popular secara global.
Seperti halnya Jepang dengan animasinya, serta Korea dengan gelombang Koreanya melalui lagu dan serial drama. Kedua Negara tersebut mampu menggegerkan dunia, karena kemampuan mereka menawarkan hal yang baru namun memiliki akar budaya yang kuat. Sehingga produk film, lagu, dan fashion yang mereka tawarkan memiliki ciri yang khas, yang tidak dimiliki Negara barat.
Belajar dari kedua Negara itu, Jawa Timur harus membangun strategi kebudayaan, di satu sisi kita harus melestarikan seni budaya tradisi, namun di sisi lain kita juga mendorong generasi muda untuk mentrasformasikan seni tradisi menjadi sebuah ekspresi kesenian dan kebudayaan yang modern. Sehingga karya yang dihasilkan tetap kekinian meskipun memiliki ciri budaya lokal.
Di sini saya rasa kehadiran pemerintah Jatim penting untuk memberikan ruang yang kondusif bagi pegiat dan pekerja seni, lebih jauh harus mampu melakukan kaderisasi. Salah satu yang saya impikan adalah membangun sebuah gedung ekspresi seni budaya kontemporer. Untuk kegiatan konservasi seni budaya tradisional, bisa dilakukan oleh Dinas Pariwisata Provinsi.
Gedung ekspresi seni budaya kontemporer tersebut diperuntukan untuk mengakomodasi aktifitas berkesenian dan berkebudayaan. Dimana para seniman dan sineas bisa mementaskan karyanya. Gedung tersebut menjadi ruang bersama (common space), dimana para anak muda bisa berjumpa para maestro, seniman dengan investor, akademisi, inovator di bidang tekonologi informasi, animator, dan lain sebagainya. Gedung tersebut akan menjadi titik perjumpaan para pelaku, pegiat, dan penikmat seni. Tujuan akhirnya adalah terciptanya kolaborasi yang apik antara mereka.
Semua langkah kerja bidang pendidikan ini sangat mungkin terlaksana dengan bangunan kebersamaan dan gotong royong.