Pendidikan tinggi dituntut untuk bisa menghasilkan lulusan-lulusan yang inovatif serta mampu memenuhi kebutuhan dunia industri. Dengan begitu, lulusan pendidikan tinggi bisa berkontribusi dalam pembangunan bangsa dan negara.
Indonesia saat ini masih sulit bersaing dengan negara lain karena masih berkutat pada isu kebutuhan dasar, seperti pangan.
Menurut Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Archandra Tahar, pendidikan tinggi mesti menjadi wahana utama dalam menghasilkan berbagai inovasi. Utamanya, inovasi-inovasi yang dibutuhkan sektor industri. Dengan demikian, Indonesia tak akan tertinggal di bidang pengembangan teknologi.
“Kita masih bicara tentang masalah fundamental. Di negara lain bukan menjadi isu lagi, Kita masih berkutat di situ. Ini tantangan universitasterutama yang didukung industri. Apa yang dilakukan universitas harus berbasis industri, berdasarkan kebutuhan industri,” kata Archandra saat peringatan Dies Natalis ke-2 Universitas Pertamina di Jakarta, Kamis (1/2/2018).
Lalu bagaimana caranya agar Indonesia mampu mengejar ketinggalan dari negara lain?
Penelitian dan pengembangan mutlak dilakukan. Menurut Archandra, kegagalan pasti ditemui di dalam proses penelitian dan pengembangan.
Dengan proses yang semacam itu, dana yang dibutuhkan pastilah tak sedikit. Komitmen dari pemerintah dan swasta untuk membiayai penelitian dan pengembangan dibutuhkan, agar Indonesia bisa maju di dalam pengembangan teknologi.
Menurut dia, negara-negara lain sangat terbuka dengan kemungkinan kegagalan dalam penelitian dan pengembangan. Dengan begitu, negara lain bisa menemukan teknologi yang lebih baik dari masa lalu.
Seperti halnya dengan Apollo 11 yang merupakan salah satu proyek dari National Aeronautics and Space Administration (NASA). Misi luar angkasa berawak pertama di dunia ini berhasil membawa manusia ke bulan dan kembali dengan selamat ke bumi. Apollo 11 yang diawaki Neil Amstrong, Edwin Aldrin, dan Michael Collins diluncurkan pada 16 Juli 1969 menggunakan roket Saturn V.
“Mengapa hanya Apollo 11 yang sampai ke bulan? Bagaimana dengan Apollo satu hingga sepuluh? Ada banyak kegagalan yang bisa ditemui sampai mereka bisa berhasil dengan Apollo 11. Sedangkan di Indonesia, riset and development boleh gagal enggak?” ujarnya.
Sumber daya manusia di negara lain bisa berkembang begitu cepat, seperti Mark Zuckerberg dengan Facebook-nya, mampu melampaui perusahaan yang telah berdiri ratusan tahun. Padahal, Zuckerberg drop out dari Harvard University dan 12 tahun kemudian mendapat gelar kehormatan dari almamater yang ditinggalkan.
Sejumlah aturan di Indonesia juga masih menghambat penelitian dan pengembangan teknologi, seperti Undang-undang 13 Tahun 2016 tentang Paten. Ia berpendapat, aturan-aturan yang menghambat semestinya dipangkas agar Indonesia dapat maju.
“Kenapa orang di belahan dunia sana bisa berkembang begitu cepat? Pertama, di luar sana semuanya boleh, kecuali yang dilarang. Di Indonesia semuanya enggak boleh, kecuali yang disuruh. Di Indonesia semuanya harus disuruh dulu,” ujarnya.
Lahirnya sumber daya manusia unggul
Idealnya, keberadaan perguruan tinggi mampu berkontribusi bagi dunia industri. Seperti Universitas Pertamina yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pengembangan industri minyak dan gas, yang menjadi bisnis utama Pertamina.
Ketua Dewan Pembina Pertamina Foundation Winuntoro menegaskan pembangunan sumber daya manusia di sektor energi menjadi perhatian Pertamina Foundation. Melalui Universitas Pertamina, pelayanan pendidikan dilakukan guna mendidik generasi muda yang kompeten.
Tenaga pengajar yang berpengalaman di sektor energi menjadi salah satu daya dukung lahirnya lulusan yang berkualitas. Selain itu, kualitas pengajaran dan penelitian di kampus menjadi penentu mutu lulusan.
“Kami juga terus menjajaki kerja sama dengan berbagai kampus di dalam dan luar negeri, misalnya untuk program double degree. Hal itu dilakukan agar mahasiswa tetap mendapat pelayanan pendidikan terbaik demi masa depan mereka kelak,” kata Wisnuntoro.
Sumber: kompas.com