Saat ini 42,8 persen usulan inovasi berasal dari Tiongkok. Tentu hal itu berkorelasi dengan kemajuan ekonomi dan industri di Tiongkok.
Demikian diungkapkan Rektor IPB University, Prof. Dr. Arif Satria dalam webinar “How to Built Sustainable Collaboration Between University and Industry”, Kamis (15/10/2020).
Adapun webinar digelar berkat kerjasama antara Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional ( Kemenristek/BRIN), Forum Rektor Indonesia, Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional, Hakteknas dan Universitas Bakrie.
Menurut Arif, Indonesia dalam konteks global innovation indeks juga masih kalah dengan Singapura, Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Filipina.
“Ini tantangan. Untuk meraih yang tertinggi di ASEAN tiga hingga empat tahun ke depan, kita harus berani bermimpi besar dengan mewujudkan futures practice,” ujar Prof. Arif seperti dikutip dari laman IPB University.
Pentingnya Kolaborasi
Karena itu, adanya kolerasi antara inovasi serta industri dengan perekonomian di suatu negara menjadi penting.
“Agar inovasi Indonesia tumbuh subur, perlu dilakukan kolaborasi dengan industri,” katanya.
Dijelaskan, strategi pengembangan inovasi dan kerjasama industri yang dapat dilakukan adalah:
1. Adanya sinergi program kerjasama penelitian dan pengembangan. Kerjasama itu dengan lembaga riset pemerintah, lembaga riset swasta, perguruan tinggi dan dunia usaha.
Sebagai contoh di Jepang dimana inovasinya bersinergi dengan industri dalam satu kawasan.
2. Langkah kedua adalah implementasi teknologi baru melalui pilot plant.
3. Ketiga, adanya jaminan risiko dari pemerintah pada implementasi teknologi baru.
“Harus ada jaminan risiko berupa bantuan riset tambahan, sehingga inovasi benar-benar bisa masuk pasar dan penting adanya asuransi inovasi,” terangnya.
“Selain itu, perlu juga diupayakan adanya insentif bagi industri yang penelitian dan pengembangannya bekerjasama dengan perguruan tinggi,” imbuhnya.
Pemerintah mendukung
Sementara Menristek Prof. Dr. Bambang Brodjonegoro menyampaikan bahwa kerjasama inovasi perguruan tinggi dan industri sudah menjadi keharusan saat ini.
Sebab, penting bagi Indonesia untuk mendukung penelitian dan pengembangan yang kuat. Selama ini masih ada gap yang lebar, keduanya asik dengan dunia masing-masing.
“Seringkali inovasi dari perguruan tinggi (prototype) tidak siap diterapkan oleh industri. Sementara kebutuhan industri tidak terinfokan dengan baik ke perguruan tinggi,” jelasnya.
Dengan adanya pandemi ini, Indonesia harus berubah menuju adaptasi kebiasaan baru dengan less contact economy. Yakni kombinasi protokol kesehatan dengan menggerakkan ekonomi. Esensinya adalah dengan teknologi digital.
“Agar tidak masuk dalam jebakan middle income trap, harus diiringi oleh perubahan mindset. Yang tadinya ekonomi sumberdaya alam menjadi ekonomi inovasi. Tentunya membutuhkan kerjasama antara pemerintah, perguruan tinggi, dan industri,” tandas Menristek.
Sumber : Kompas.com