Terbatasnya kuota perguruan tinggi negeri (PTN) membuat para lulusan sekolah menengah memilih kuliah di kampus swasta. Apalagi, banyak perguruan tinggi swasta (PTS) yang mengeklaim memiliki kualitas sama dengan PTN.
Padahal, meskipun lembaga PTS itu sudah mengantongi akreditasi, tetapi ada program studi (prodi) yang masih belum terakreditasi. Atau juga baru berada di grade (level) B atau C. Ini bisa menjadi jebakan batman bagi calon mahasiswa yang tidak paham soal akreditasi.
Terlebih, diakui secara langsung atau pun tidak, akreditasi kampus dan prodi kerap menjadi bahan pertimbangan saat ada perekrutan tenaga kerja.
Bahkan di institusi pemerintahan, untuk mendaftar sebagai calon pegawai negeri sipil (CPNS) musti minimal terakreditasi B untuk lembaga/institusinya dan akreditasi A untuk perguruan tinggi swasta (PTS).
Kepala Seksi Kelembagaan dan Kerja Sama Kopertis VII Budi Hasan mengungkapkan, di tengah banjir lulusan perguruan tinggi maka otomatis persaingan kerja yang semakin berat. Banyaknya pendaftar untuk satu lowongan, misalnya, membuat perusahaan lebih leluasa memilih pekerjanya.
“Ya mungkin memang seperti itu, lulusan dari kampus terakreditasi akan lebih diprioritaskan saat mencari kerja. Terutama jika latar belakang perusahaan tersebut cukup bonafit,” ujarnya. Meski demikian, Budi menegaskan bahwa selama ini belum ada aturan baku soal kriteria lulusan yang akan melamar pekerjaan di lembaga pemerintahan.
Akreditasi ini, menurut Budi Hasan, bukan sekadar pada kampusnya. Tapi juga pada prodi (program studi) atau jurusan. Antara lembaga dan prodi ini tidak selalu linier atau sama.
Ada PTS yang secara terakreditasi sudah A. Namun prodinya masih C atau bahkan sama sekali belum terakreditasi. “Itu biasanya prodi baru yang dibuka pihak kampus,” imbuhnya.
Budi juga tidak memungkiri jika selama ini masih ada kampus yang tidak terbuka soal akreditasi jurusannya. Pada para calon mahasiswa baru, Budi mengimbau untuk mengecek status akreditasi jurusan yang disasar di website milik Kopertis.
“Untuk mengetahui banyak latar belakang PTS. calon mahasiswa bisa saja mencari informasinya ke Kopertis sebagai institusi yang menaungi langsung,” paparnya.
Sebagai lembaga yang bertugas melakukan pembinaan pada PTS, lanjut Bambang, pihaknya sudah menyarankan beberapa PTS di Malang Raya untuk melakukan merger. Namun dia enggan mengurai PTS mana saja yang dimaksud.
“Kalau dimerger, maka proses akreditasi bisa lebih cepat karena ada faktor penambahan tenaga dosen, sarana-prasarana, hingga mengajukan dulu prodi-prodi berkualitas baik dari masing-masing kampus awal,” tuturnya. Terlebih, pada 2019 mendatang Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) mendeadline seluruh PTS musti sudah terakreditasi.
Diberitakan sebelumnya, masih ada puluhan prodi di PTS Malang Raya yang belum dan baru terakreditasi B atau C. Kemudian seperti apa tanggapan pihak kampus soal akreditasi ini?
Sumber: jatimtimes.com