Sri Mulyani Kritik Penggunaan Dana Pendidikan Belum Maksimal


35768bb7-b515-4fcb-9cf2-62279f55ec7f_169
Sri Mulyani Kritik Penggunaan Dana Pendidikan Belum Maksimal Menteri Keuangan Sri Mulyani mengkritik penerima anggaran pendidikan yang dinilai belum optimal memanfaatkan anggaran pendidikan. (CNN Indonesia/Safir Makki)

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengkritik penerima anggaran pendidikan yang dinilai belum optimal memanfaatkan uang sebesar Rp444 triliun dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2018 itu.

Hal itu dikatakan Sri Mulyani di hadapan sejumlah pejabat Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) dan rektor universitas dalam acara diskusi memperingati Hari Pendidikan Nasional.

“Indonesia sudah memiliki fondasi yang bagus. Konstitusi kita meminta 20 persen anggaran untuk pendidikan, tetapi semenjak itu rasanya komunitas pendidikan tidak pernah duduk bersama memperbaiki strategi tata kelola dan efektivitasnya,” kata Sri Mulyani di Jakarta, Senin (7/5).

Dari porsi belanja negara dalam APBN 2018 yang sebesar Rp2.220,7 triliun, pemerintah mengalokasikan 20 persen untuk anggaran pendidikan, yakni sebesar Rp444 triliun. Anggaran itu seharusnya dialokasikan untuk meningkatkan akses, distribusi, dan kualitas pendidikan.

Ketentuan itu tercantum dalam Pasal 31 ayat 4 UUD 1945 Amandemen ke-4 yang mengamanatkan bahwa negara harus memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN dan APBD demi memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Kewajiban itu pun diperkuat dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 013/PUU-VI/2008.

Sri Mulyani menilai komunitas pendidikan belum maksimal menggunakan anggaran tersebut untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Menurutnya, kompetensi pengajar khususnya di tingkat dasar dan menengah akan sangat berpengaruh pada kualitas anak didiknya.

“Yang ada adalah komunitas pendidikan sibuk membelanjakan uang yang tiap tahun makin banyak. Dari anggaran Rp29 triliun sampai naik menjadi Rp444 triliun, kita masih dengar Dirjen Sumber Daya yang tidak berdaya,” kata Sri Mulyani.

Sri Mulyani menuturkan anggaran pendidikan tahun ini sudah jauh lebih tinggi dibanding saat dirinya pertama kali menjadi Menkeu tahun 2005 lalu. Saat itu, anggaran pendidikan hanya sebesar Rp29 triliun.

Meski anggaran terus meningkat, mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu menyayangkan permasalahan pendidikan yang selalu sama dari tahun ke tahun. Salah satunya terkait skor Indonesia dalam Programme for International Student Assessment (PISA) yang masih rendah.

“Lucunya sejak 10 tahun menjadi menkeu, cerita yang saya dengar masih sama. Anak-anak yang lulus SD, tetapi belum bisa membaca makna. Anak-anak yang skor PISA-nya seperti membaca, matematika, dan sains masih kalah dengan negara-negara tetangga yang sama-sama menggunakan policy 20 persen anggaran,” kata Sri Mulyani.

Dari Rp444 triliun itu, anggaran pendidikan melalui belanja pemerintah pusat adalah sebesar Rp149,7 triliun atau 33 persen. Sisanya, disalurkan melalui transfer ke daerah Rp279,5 triliun atau 62 persen.

Dari Rp279,5 triliun anggaran untuk daerah, sebanyak Rp153 triliun berbentuk dana alokasi umum (DAU) untuk daerah Otonom (Provinsi/Kabupaten/Kota) di Indonesia sebagai dana pembangunan, serta dana transfer Rp 121 triliun.

Dengan demikian, dana ratusan triliun itu sudah termasuk untuk infrastruktur, seperti pembangunan atau renovasi sekolah.

“Coba bandingkan Rp29 triliun dengan 13 tahun lalu. Artinya, dikasih uang berapapun saja kalau kita tidak punya strategi, maka kita berhasil membelanjakan tetapi tidak berhasil mendapat hasil yang baik. Menjadi sekadarnya,” katanya.

Sembari pemerintah terus berkomitmen mengalokasikan 20 persen APBN untuk bidang pendidikan, Sri Mulyani berharap agar komunitas pendidikan terus memperbaiki strategi, tata kelola, dan akuntabilitas anggarannya.

“Mau diguyur duit berapapun kalau tata kelolanya nggak baik, ya komplain saja terus. Kalau sekadar gedung bagus dan how we run a good education, its a different thing,” dia melanjutkan.

Sumber: CNN Indonesia