Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang digagas Kemendikbud Ristek diharapkan mendapat dukungan dan menjadi pendorong transformasi pendidikan tinggi di Indonesia.
Terkait hal ini, mahasiswa, dosen, dan tenaga kependidikan President University (PresUniv) menyatakan kesiapan untuk melaksanakan dan mengikuti program MBKM. Penyataan ini menjadi kesimpulan dari hasil survei MBKM yang dilakukan Tim PresUniv.
Survei melibatkan tiga kategori responden, yakni dosen, tenaga kependidikan (tendik) dan mahasiswa.
Paparan hasil survei tersebut disampaikan Haris Herdiansyah, Dosen Prodi Komunikasi PresUniv dalam seminar internasional tentang pengabdian masyarakat yang dilaksanakan secara hybrid pada 20-23 Desember 2021.
Dalam seminar tersebut, Haris Herdiansyah memaparkan penelitian bertajuk “MBMK sebagai Sumber Inovasi Model Pembelajaran untuk Membentuk Mahasiswa yang Berkarakter, Berkompetensi Unggul, dan Berwawasan Kebangsaan Melalui Pemanfaatan Teknologi Informasi”.
Penelitian yang dilakukan Haris bersama beberapa koleganya tersebut mendapat bantuan pendanaan dari Program Penelitian Kebijakan MBKM dan Pengabdian Masyarakat Berbasis Hasil Penelitian dan Purwarupa Perguruan Tinggi Swasta (PTS), Ditjen Dikti Ristek, Kemendikbud Ristek Tahun Anggaran 2021.
Nilai SKS tinggi program magang
Menurut Haris, penelitian yang mereka lakukan bertujuan untuk memastikan pelaksanaan MBKM di PresUniv berjalan baik. Penelitian dilakukan dengan mengidentifikasi beberapa determinan keberhasilan.
Ada tiga fokus kegiatan dilakukan PresUniv, yakni Magang, Integrated Survival Experience (ISE), dan Statespersonship Project (StatesPro). Tiga kegiatan ini, menurut Haris, dapat memberikan pengaruh signifikan dalam keberhasilan program MBKM di PresUniv.
Pada bagian awal surveinya, Haris memaparkan bahwa mayoritas dosen (62,9 persen) sudah mengetahui tentang program MBKM. Hanya baru sebanyak 42 persen tendik dan 35 persen mahasiswa tahu tentang program ini.
Meski baru mengetahui sekilas tentang MBKM, baik dosen, tendik dan mahasiswa sudah mendapat informasi bahwa nilai Satuan Kredit Semester (SKS) untuk program ini terbilang tinggi.
Ini diungkapkan dari hasil survei sebanyak 98,1 persen dosen, 85,3 persen tendik dan 91,1 persen mahasiswa telah mengetahui nilai SKS dari program MBKM.
Menyangkut magang, ungkap Haris, ini sudah dilakukan PresUniv sejak tahun 2005. “Sejak dulu kami sudah menjadikan magang sebagai bagian dari kegiatan perkuliahan dengan durasi minimal satu semester,” ungkap Haris.
“Jadi, di PresUniv, magang merupakan kegiatan yang wajib diikuti oleh seluruh mahasiswa dengan bimbingan dosen. Nilai SKS-nya pun terbilang besar, yakni mulai dengan 6 SKS, dan kini sudah menjadi 9 SKS,” jelasnya,
Haris menambahkan, kini dengan adanya program MBKM, nilai magang menjadi 40 SKS. “Bagi kami itu tidak masalah, meski dalam penerapannya membutuhkan beberapa penyesuaian,” papar Haris.
Mahasiswa antusias program MBKM
Merujuk hasil penelitian Haris dan koleganya, sebanyak 80,9 persen dosen sudah pernah menjadi dosen pembimbing magang, 61,9 persen dari mereka juga terlibat secara aktif dalam diskusi, rapat-rapat dan workshop yang terkait dengan program MBKM.
Sebanyak 77 persen dosen akan mendorong mahasiswa untuk mengikuti program MBKM. Sementara kalangan tendik, sebanyak 53 persen di antara mereka menilai program MBKM bermanfaat bagi mahasiswa dan 66,7 persen akan merekomendasikan program ke mahasiswa.
Dari sisi mahasiswa, menurut hasil survei, sebanyak 69,1 persen sudah menyiapkan diri untuk mengikuti program MBKM. Lalu, 74,7 persen mahasiswa juga yakin program MBKM tidak akan membuat masa studi mereka menjadi lebih lama.
Dari survei yang sama, 83,4 persen mahasiswa yakin program MBKM akan memberikan kompetensi tambahan bagi mereka.
Itu sebabnya hasil survei juga menunjukkan bahwa 74,39 persen mahasiswa sangat tertarik dengan program MBKM dan 72,26 persen akan merekomendasikan kepada teman-temannya untuk mengikuti program ini.
Karena bersifat wajib, lanjut Haris, selama menjalani periode magang, mahasiswa tidak berada di kampus. Mereka bekerja sebagaimana layaknya pegawai perusahaan atau instansi pemerintah lainnya.
“Bahkan sekarang ini Biro Internship and Career Center (ICC), yang mengelola program magang di PresUniv sudah mengubah konsepnya. Jika sebelumnya magang adalah kesempatan bagi mahasiswa untuk belajar dan mengenal dunia kerja, kini tidak lagi,” ungkap Haris.
“Magang sudah menjadi jalur rekrutmen yang baru. Jadi, setelah magang, harapannya mahasiswa akan bisa langsung direkrut untuk bergabung menjadi karyawan dari perusahaaan tempat magangnya,” jelas Haris.
Jadi, simpul Haris, magang sebagai bagian dari kegiatan MBKM sudah dilaksanakan oleh PresUniv bahkan sejak 2005.
Program magang dan ISE
Haris lalu mengungkapkan data yang diberikan ICC. Katanya, selama tahun 2018, sebanyak 50 persen mahasiswa magang langsung ditawari bekerja oleh perusahaan tempat magangnya. Kemudian, selama 2019 angkanya meningkat lagi menjadi 69 persen.
Untuk tahun 2020, angkanya mengalami penurunan menjadi 56 persen.
“Itu karena dampak pandemi Covid-19. Ketika itu memang banyak perusahaan yang menunda program magangnya dan bahkan sebagian dari mereka terpaksa menutup usahanya,” ungkap Haris.
Sejak tahun 2020, PresUniv juga memberikan kesempatan magang bagi mahasiswa yang ingin berkarier sebagai akademisi.
“Mereka boleh magang sebagai asisten para profesor yang menjadi dosen di PresUniv, termasuk melakukan penelitian bersama. Selain itu, mereka juga boleh di lembaga-lembaga riset atau melakukan studi independen,” papar Haris.
Sementara program ISE, jelas Haris, bertujuan mengembangkan semangat kewirausahaan mahasiswa. Hal ini tentu sangat sejalan dengan kegiatan wirausaha sebagai salah satu bentuk kegiatan MBKM.
PresUniv menerjemahkan program ISE dalam bentuk mata kuliah selama dua semester senilai 12 SKS.
“Melalui mata kuliah ini, kami mendorong mahasiswa untuk berkolaborasi dan berinovasi dalam menciptakan produk barang atau jasa, termasuk solusi, yang sesuai dengan kebutuhan pengguna,” urai Haris.
Selain itu melalui mata kuliah ini PresUniv ingin menanamkan entrepreneurial mindset kepada seluruh mahasiswa. “Dengan begitu diharapkan lulusan mempunyai mindset untuk menciptakan lapangan kerja (job creator), bukan lagi pencari kerja (job seeker),” tegas Haris.
Setelah mengikuti mata kuliah ISE, mahasiswa yang tertarik berwirausaha diarahkan bergabung dengan SetSail BizAccel, inkubator bisnis yang didirikan PresUniv tahun 2016.
Dari inkubator bisnis hingga Statepersonship Project
Selama bergabung dengan SetSail BizAccel, mahasiswa akan diajak untuk mengidentifikasi berbagai masalah yang ada di masyarakat dan mencari solusinya dengan berbagai ide kreatif dan inovatif.
Gagasan itulah yang kemudian akan mereka kembangkan sebagai bisnis rintisan.
Selama di SetSail BizAccel, mahasiswa akan diajarkan bagaimana membuat proposal bisnis, memperoleh bimbingan dari para mentor yang terdiri dari para praktisi bisnis, dan bahkan dipertemukan dengan calon-calon investor.
Jika cocok, mahasiswa akan dibimbing untuk mengeksekusi gagasannya sebagai bisnis mereka.
Mata kuliah lain yang sejalan program MBKM adalah Statepersonship. Sejatinya, Haris menjelaskan, Statepersonship merupakan kombinasi empat Mata Kuliah Dasar Umum (MKDU), yakni Pendidikan Agama, Kewarganegaraan, Pancasila dan Bahasa Indonesia berbobot 9 SKS.
Katanya, hanya sebagian dari mata kuliah itu yang dilakukan di dalam kelas. Selebihnya dilakukan dalam bentuk terapan di lapangan atau disebut Statepersonship Project.
“Melalui proyek ini mahasiswa diajak untuk mengidentifikasi berbagai masalah sosial yang ada di lingkungan terdekat mereka dan merumuskan solusinya. Jadi, ini semacam bentuk praktek atau penerapan langsung empat MKDU tersebut di lapangan, bukan lagi di kelas,” ucap Haris.
PresUniv sudah mengimplementasikan mata kuliah Statepersonship selama dua tahun belakangan.
Untuk Statepersonship Project, lanjut Haris, mahasiswa diberi kebebasan dalam melaksanakannya. Mereka boleh mengerjakannya secara invidual, tetapi boleh juga berkelompok.
“Mata kuliah Statepersonship ini sangat sejalan dengan beberapa bentuk kegiatan dalam MBKM, seperti mengerjakan proyek di desa, mengajar di sekolah atau proyek-proyek kemanusiaan,” pungkas Haris menutup pemaparan.
Sumber : Kompas.com