Tunda Aturan Soal Riset, Kemendagri Akan Minta Masukan Peneliti


Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo usai berkunjung ke rumah Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri di kawasan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat, 8 Januari 2018.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo usai berkunjung ke rumah Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri di kawasan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat, 8 Januari 2018.

Kementerian Dalam Negeri membatalkan pelaksanaan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 2018 tentang Penerbitan Surat Keterangan Penelitian. Pembatalan ini dilakukan untuk melakukan perbaikan dan menerima masukan terhadap aturan yang dinilai mengekang kebebasan para peneliti.

Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri, Soedarmo mengatakan pihaknya akan meminta masukan dari akademisi dan kalangan peneliti untuk menyempurnakan aturan tersebut. Salah satunya mengenai ihwal tak adanya ukuran yang jelas tentang frasa dampak negatif. “Mengenai hal itu, memang kurang detail,” ujarnya pada Selasa, 6 Februari 2018.

Permendagri baru itu sebelumnya direncanakan untuk menggantikan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 64 Tahun 2011 tentang Pedoman Penerbitan Rekomendasi Penelitian. Mulanya Kemendagri mengeluarkan aturan baru itu karena aturan lama dinilai tak sesuai dengan dinamika perundang-undangan saat ini.

Misalnya, aturan lama sama sekali tidak menyebutkan tentang pemeriksaan terhadap potensi dampak negatif hasil penelitian. Meski demikian, peneliti dapat diberi sanksi berupa pencabutan rekomendasi bila menimbulkan keresahan di masyarakat atau disintegrasi bangsa atau keutuhan negara.

Soedarmo mengakui luput tak melibatkan kalangan peneliti, baik individu maupun organisasi kemasyarakatan dalam menyusun Permendagri tersebut. “Ini memang kekurangan kami dalam pembuatan peraturan ini,” kata dia.

Soedarmo mengatakan rancangan beleid baru tersebut dibahas dalam beberapa bulan pada 2017 dan pengesahannya diteken pada 11 Januari 2018. Pembahasan hanya melibatkan kementerian dan lembaga, seperti Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan; Kementerian Luar Negeri; Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi; Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia; Badan Intelijen Negara, serta Badan Intelijen Strategis (Bais) TNI.

Peraturan tentang riset ini dikecam banyak kalangan lantaran dinilai mengekang kebebasan para peneliti. Sebab, aturan baru menyatakan penerbitan Surat Keterangan Penelitian harus melalui verifikasi oleh Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum jika riset berskala nasional; serta badan atau kantor kesatuan bangsa dan politik untuk penelitian di tingkat provinsi atau kabupaten dan kota.

Verifikasi dilakukan untuk mengkaji dampak negatif penelitian. Persoalannya, tak satu pun pasal dalam peraturan baru ini yang menjelaskan indikator dampak negatif yang dimaksud. Sejumlah peneliti dari berbagai lembaga riset menuding pemerintah sengaja mempersulit riset-riset independen yang menyasar isu sensitif, seperti kebijakan pemerintah di sektor lingkungan dan kesehatan.

Sumber: tempo.co